Hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang
(pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi. Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta
kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan.
Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu
pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.
Dasar Hukum Perikatan:
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut :
1.Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.Perikatan yang timbul dari undang-undang, yang
dibagi lagi menjadi :
a.) Perikatan yang
terjadi karena undang-undang semata
b.) Perikatan yang
terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3.Perikatan terjadi bukan karena perjanjian
Azas-azas dalam
hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan
azas konsensualisme.
- Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak
yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri,
yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata
dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu
Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus
cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah
pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas
dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek,
diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu
perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu
sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)
yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi aka dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melalukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hapusnya Hukum Perikatan
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi aka dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melalukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hapusnya Hukum Perikatan
Pasal 1381 BW menyebutkan bahwa hapusnya Perikatan adalah
:
1. Karena pembayaran.
1. Karena pembayaran.
2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3. Karena pembaharuan utang. Contoh : A kredit uang dibank, setelah 2 tahun dia tidak bias membayar, karena pailit atau what ever ? maka bank melakukan pembaharuan utang.
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi. Contoh : A utang pada B, tetapi A punya piutang pada C jumlahnya bisa lebih kecil atau lebih besar. Maka utangnya dialihkan.
5. Karena percampuran utang.
6. Karena pembebasan utangnya.
7. Karena musnahnya barang yang terutang. Contoh : kredit motor, tetapi
akhirnya motor tersebut hilang sebelum lunas, maka kalau dulu langsung bebas,
tetapi sekarang harus dicicil.
8. Karena kebatalan atau pembatalan. Contoh : dalam hutang piutang yang
jumlahnya terlalu besar maka hakim dapat melakukan pembatalan.
9. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab ke satu buku
ini.
10. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri.
Contoh : perjanjian hutang gadai.
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.id/2011/04/pengertian-perjanjian-macamnyajenis-jenisnya-syarat-sahnya-dan-sebab-membatalkan-perjanjian/
http://wartawarga.gunadarma.id/2011/04/pengertian-perjanjian-macamnyajenis-jenisnya-syarat-sahnya-dan-sebab-membatalkan-perjanjian/